Sampai di Musselburgh hujan te lah berhenti. Mobil itu terus melaju memasuki Clayknowes lalu belok kiri memasuki kawasan Stoneyhill. Paman Hulusi mengarahkan mobil memasuki komplek Stoneyhill Grove, sebuah kompleks kecil berisi hanya sebelas rumah di kawasan Stoneyhill. Ada banyak kompleks yang berisi rumah lebih banyak seperti Stoneyhill Garden, Stoneyhill Rise, Stoneyhill Wynd, Stoneyhill Cress, dan lain sebagainya.
Mobil berhenti di depan rumah Fahri yang bercat merah tua kecokelatan dan putih. Fahri keIuar dari mobil, demikian juga Keira. Gadis itu menyampaikan terima kasih dengan dingin dan langsung mengeloyor ke rumahnya yang berdampingan dengan garasi rumah Fahri.
Keira dan keluarganya bisa dibilang tetangga yang rumahnya paling dekat. Melihat sikap dingin itu, Fahri bersikap biasa saja. Baginya itu hal yang tak harus dipersoalkan. Gadis itu mungkin merasa Fahri masih orang asing, meskipun bertetangga. Dan tentu saja banyak orang yang tidak mudah akrab atau hangat dengan orang asing. Ia pernah mengalaminya di Jerman. Perlu waktu lama untuk bisa lebih hangat dan tidak terlalu berjarak. Ia hanya ingin menunaikan kewajibannya sebagai tetangga dengan sebaik-baiknya. Itu saja. Fahri masuk ke dalam rumah, sementara Paman Hulusi memarkir mobilnya di garasi.
Fahri langsung naik ke Iantai dua menuju kamamya untuk menyegarkan tubuh dengan mandi air hangat. Setelah itu ia duduk di sofa ruang kerjanya untuk memuraja'ah hafalan Al-Qur'annya. Kali ini, ia melantunkan pelan menggunakan qira'ah warasy yang pernah ia pelajari dari Syaikh Utsman di Mesir. Di rumah Syaikh Utsman itulah ia bertemu dengan istrinya, Aisha. Ia membaca Surat Maryam. Seketik a ia teringat Maria, gadis koptik, tetangganya di Hadayek Helwan,Kairo.
Gadis Mesir yang mencintainya sampai sakit itu menikah dengannya dan wafat setelah bersyahadat. Tak ada kenangan berumah tangga dengan Maria. Namun kehangatan cinta Maria yang ia baca lewat huku hariannya memiliki tempat khusus dalam hatinya. Ia masih ingat, bahwa Aisha pun cemburu kepada Maria yang sudah wafat. Maria yang hanya bisa ia cium secara halal dalam kondisi sakit. Maria sangat bangga telah menghafalkan Surat Maryam.
Setiap kali membaca Surat Maryam ayat 27 sampai 31, Fahri selalu menangis. Ada dua hal yang membuatnya menangis. Pertama adalah isi ayat itu. Kedua, hal itu selalu mengingatkannya pada Maria saat membacanya dalam keadaan tidak sadar menjelang ajalnya datang. Seolah suara Maria masih ia dengar melantunkan ayat-ayat itu. Wajah Maria yang tirus jelita dengan mata terpejam dan air mata meleleh di pipi saat membacanya, terbayang di pelupuk matanya. Ia merasa, malaikat pun akan luluh jiwanya, bergetar hatinya, dan meneteskan air mata mendengar ayat itu dibaca oleh Maria.
Bersambung Ke : Ayat - Ayat Cinta 2 (Dua) - Bagian 11
Tags :
Baca Novel Ayat - Ayat Cinta 2 (Dua) Online
0 Response to "Ayat - Ayat Cinta 2 (Dua) - Bagian 10"
Post a Comment